Thursday, 22 October 2015

Saiyyidatina Khadijah Binti Khuwailid

Sayyidatina Khadijah al-Kubra adalah putri Khuwailid bin As’ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah dengan Fatimah binti Za'idah, merupakan wanita as-Sabiqun al-Awwalun.
 Siti Khadijah dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat, pada tahun 68 sebelum hijrah. Khadijah tumbuh dalam lingkungan yang keluarga yang mulia, sehingga akhirnya setelah dewasa ia menjadi wanita yang cerdas, teguh, dan berperangai luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya yang menaruh simpati padanya. Syaikh Muhammad Husain Salamah menjelaskan bahwa Sayyidatina Khadijah, nasab dari jalur ayahnya bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya yang bernama Qushay. Dia menempati urutan kakek keempat bagi dirinya.

Pada tahun 575 Masehi, Sayyidatina Khadijah ditinggalkan ibunya. Sepuluh tahun kemudian ayahnya, Khuwailid, menyusul. Sepeninggal kedua orang tuanya, Sayyidatina Khadijah dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaannya. Kekayaan warisan menyimpan bahaya. Ia bisa menjadikan seseorang lebih senang tinggal di rumah dan hidup berfoya-foya. Bahaya ini sangat disadari Sayyidatina  Khadijah. Ia pun memutuskan untuk tidak menjadikan dirinya pengangguran. Kecerdasan dan kekuatan sikap yang dimiliki Sayyidatina Khadijah mampu mengatasi godaan harta. Karenanya, Sayyidatina Khadijah mengambil alih bisnis keluarga.

Pada mulanya, Sayyidatina Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi. Pernikahan itu membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun. Tak lama kemudian suamianya meninggal dunia, dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Lalu Sayyidatina  Khadijah menikah lagi untuk yang kedua dengan Atiq bin ‘A’id bin Abdullah al-Makhzumi. Setelah pernikahan itu berjalan beberapa waktu, akhirnya suami keduanya pun meninggal dunia, yang juga meninggalkan harta dan perniagaan.

Dengan demikian, saat itu Sayyidatina Khadijah menjadi wanita terkaya di kalangan bangsa Quraisy. Karenanya, banyak pemuka dan bangsawan bangsa Quraisy yang melamarnya, mereka ingin menjadikan dirinya sebagai istri. Namun, Sayyidatina Khadijah menolak lamaran mereka dengan alas an bahwa perhatian Sayyidatina Khadijah saat itu sedang tertuju hanya untuk mendidik anak-anaknya. Juga dimungkinkan karena, Sayyidatina Khadijah merupakan saudagar kaya raya dan disegani sehingga ia sangat sibuk mengurus perniagaan.

Sayyidatina Khadijah mempunyai saudara sepupu yang bernama Waraqah bin Naufal. Beliau termasuk salah satu dari hanif  di Mekkah. Ia adalah sanak keluarga Sayyidatina Khadijah yang tertua. Ia mengutuk bangsa Arab yang menyembah patung dan melakukan penyimpangan dari kepercayaan nenek moyang mereka (nabi Ibrahim dan ismail As .
Pada suatu hari, saat pagi buta, dengan penuh kegembiraan ia pergi ke rumah sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal. Ia berkata, “Tadi malam aku bermimpi sangat menakjubkan. Aku melihat matahari berputar-putar di atas kota Mekkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Aku terus memperhatikannya untuk melihat kemana ia turun. Ternyata ia turun dan memasuki rumahku. Cahayanyayang sangat agung itu membuatku tertegun. Lalu aku terbangun dari tidurku". Waraqah mengatakan, “Aku sampaikan berita gembira kepadamu, bahawa seorang lelaki agung dan mulia akan datang meminangmu. Ia memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat".Tak lama kemudian Sayyidatina Siti Khadijah ditakdirkan menjadi isteri Nabi Muhammad.

Para sejawatnya mengakui keberhasilan Sayyidatina Khadijah, ketika itu mereka memanggilnya “Ratu Quraisy” dan “Ratu Mekkah”. Ia juga disebut sebagai at-Thahirah, yaitu “yang bersih dan suci”. Nama at-Thahirah itu diberikan oleh sesama bangsa Arab yang juga terkenal dengan kesombongan, keangkuhan, dan kebanggaannya sebagai laki-laki. Karenanya perilaku Sayyidatina Khadijah benar-benar patut diteladani hingga ia menjadi terkenal di kalangan mereka.


Pertama kali dalam sejarah bangsa Arab, seorang wanita diberi panggilan Ratu Mekkah dan juga dijuluki at-Thahirah. Orang-orang memanggil Sayyidatina Khadijah dengan Ratu Mekkah karena kekayaannya dan menyebut Khadijah dengan at-Thahirah karena reputasinya yang tanpa cacat.

Suatu ketika, Nabi Muhammad berkerja mengelola barang dagangan milik Sayyidatina Khadijah untuk dijual ke Syam bersama Maisyarah. Setibanya dari berdagang Maysarah menceritakan mengenai perjalanannya, mengenai keuntungan-keuntungannya, dan juga mengenai watak dan kepribadian Nabi Muhammad. Setelah mendengar dan melihat perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki Muhammad, Hal yang lebih banyak menarik perhatian Sayyidatina Siti Khadijah adalah kemuliaan jiwa Nabi Muhammad.kian hari Khadijah semakin mengagumi sosok Nabi Muhammad. Selain kekaguman, muncul juga perasaan-perasaan cinta Sayyidatina Khadijah kepada Nabi Muhammad.
Sayyidatina Khadijahpun mengajukan permohonan untuk meminang Nabi Muhammad, yang pada saat itu bangsa Arab jahiliyah memiliki adat, pantang bagi seorang wanitauntuk meminang pria dan semua itu terjadi dengan adanya usaha orang ketiga, yaitu Nafisah Binti Munyah dan peminangan dibuat melalui paman Nabi Muhammad yaitu Abu Thalib. Keluarga terdekat Khadijah tidak menyetujui rencana pernikahan ini. Namun Sayyidatina Khadijah sudah tertarik oleh kejujuran, kebersihan dan sifat-sifat istimewa Nabi Muhammad ini, sehingga ia tidak memedulikan segala kritikan dan kecaman dari keluarga dan kerabatnya.

sayidatina Khadijah yang juga seorang yang cerdas, mengenai ketertarikannya kepada Nabi Muhammad mengatakan, “Jika segala kenikmatan hidup diserahkan kepadaku,dunia dan kekuasaan para raja Persia dan Romawi diberikan kepadaku, tetapi aku tidak hidup bersamamu, maka semua itu bagiku tak lebih berharga daripada sebelah sayap seekor nyamuk

Tibalah hari suci itu. Maka dengan maskawin 20 ekor unta muda, Nabi Muhammad menikah dengan Sayyidatina Khadijah pada tahun 595 Masehi. Pernikahan itu berlangsung diwakili oleh paman Sayyidatina Khadijah, ‘Amr bin Asad. Sedangkan dari pihak keluarga Nabi Muhammad diwakili oleh Abu Thalib dan Hamzah. Ketika Menikah, Nabi Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Sayyidatina Khadijah berusia 40 tahun. Bagi keduanya, perbedaan usia yang terpaut cukup jauh dan harta kekayaan yang tidak sepadan di antara mereka, tidaklah menjadi masalah, karena mereka menikah dilandasi oleh cinta yang tulus, serta pengabdian kepada Allah. Dan, melalui pernikahan itu pula Allah telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Dari pernikahan itu, Allah menganugerahi mereka dengan beberapa orang anak, maka dari rahim Sayyidatina  Khadijah lahirlah enam orang anak keturunan Nabi Muhammad. Anak-anak itu terdiri dari dua orang laki-laki dan empat orang perempuan. Anak laki-laki mereka, al-Qasim dan dan Abdullah at-Tahir at-Tayyib meninggal saat bayi. Kemudian, empat anak perempuannya adalah Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah az-Zahra. Sayyidatina Siti Khadijah mengasuh dan membimbing anak-anaknya dengan bijaksana, lembut, dan penuh kasih sayang, sehingga mereka pun setia dan hormat sekali kepada ibunya.

Setelah berakhirnya pemboikotan kaum Quraisy terhadap kaum muslim, Sayyidatina Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan. Semakin hari kondisi kesehatan badannya semakin memburuk. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia 60 tahun, wafatlah seorang mujahidah suci yang sabar dan teguh imannya, Sayyidah Khadijah al-Kubra binti Khuwailid.

Sayyidatina Khadijah wafat dalam usia 65 tahun pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, atau tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah atau 619 Masehi. Ketia itu, usia Rasulullah sekitar 50 tahun. Beliau dimakamkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun.


Rasulullah SAW menyebut keistimewaan terpenting Siti Khadijah dalam salah satu sabdanya,“Di saat semua orang mengusir dan menjauhiku, ia beriman kepadaku. Ketika semua orang mendustakan aku, ia meyakini kejujuranku. Sewaktu semua orang menyisihku, ia menyerahkan seluruh harta kekayaannya kepadaku.”

Sumber Asli:
Arief, Nurhaeni. Engkau Bidadari Para Penghuni Surga, Kisah Teladan Wanita Saleha. Kafila: Yogyakarta: 2008
Taman, Muslich. Pesona Dua Ummul Mukminin, Teladan Terbaik Menjadi Wanita Sukses dan Mulia. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta. 2008
Razwy, Syeda. A. Khadijah, The Greatest of First Lady of Islam. Alawiyah Abdurrahman (terj.). Mizan Publika: Jakarta. 2007

copy n paste from http://asarmd.blogspot.com.eg/2011/04/biografi-siti-khadijah-binti-khuwalid.html

No comments:

Post a Comment